1. Isi Hukum Kasih
Hukum Kasih tersebut selengkapnya sebagai berikut:
“Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
[Mrk.12:29-31; Mat.22:37-40; Luk.10:25-28]
2. Latar Belakang Pengajaran Tuhan Yesus Tentang Hukum Kasih sebagai Pedoman Hidup Orang Percaya
Tuhan Yesus mengajarkan Hukum Kasih sebagai pedoman hidup orang percaya, sebab:
1). Pada zaman Tuhan Yesus, guna membina umat Israel agar dalam hidup sehari-hari lebih baik dalam melaksanakan Hukum Taurat, para imam, ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengajarkan petunjuk-petunjuk praktis yang rinci sebagai pedoman hidup sehari-hari. Ajaran para ahli Taurat ini pada akhirnya sangat mengutamakan ketaatan terhadap hukum untuk mencapai keselamatan, sehingga kehilangan maknanya yang paling inti.
2). Tuhan Yesus menunjukkan inti kitab Taurat dan kitab nabi-nabi yang telah dilupakan itu melalui penekanan kembali Hukum Kasih secara jelas.
3). Hukum Kasih itulah yang selanjutnya menjadi pedoman hidup utama bagi orang percaya.
[Mat.6; Mat.23]
3. Ringkasan Hukum yang Pertama
Ringkasan hukum yang pertama yang berbunyi “Kasihilah Tuhan, Allah-mu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal-budimu dan dengan segenap kekuatanmu” digolongkan sebagai hukum yang pertama dan yang terbesar, artinya: dengan hukum itu Tuhan Yesus hendak menunjukkan bahwa mengasihi Tuhan adalah jiwa dari segala hukum. Itu berarti melaksanakan hukum-hukum yang lain adalah benar di mata Tuhan, hanya apabila itu dilakukan dengan dijiwai oleh kasih kepada-Nya sebagai jawab atas kasih Allah yang telah lebih dulu diterima oleh orang percaya.[1])
Hukum yang pertama dan yang terbesar itu menitahkan untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal-budi dan dengan segenap kekuatanmu, artinya: hukum itu menuntut orang percaya untuk mengasihi Tuhan dengan keseluruhan kemanusiaannya, dengan segala kemampuan manusiawi yang dimilikinya.
4. Ringkasan Hukum yang Kedua
Ringkasan hukum yang kedua, yang berbunyi “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, sama dengan hukum yang pertama dan terbesar, artinya: dengan mengatakan bahwa hukum yang kedua sama dengan hukum yang pertama, Tuhan Yesus hendak menegaskan :
1). Mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia adalah sama pentingnya bagi orang percaya untuk pedoman dasar tingkah laku hidupnya.
2). Kedua hukum itu saling berhubungan begitu erat, sehingga tak terpisahkan satu dari yang lain. Tidak mungkin mengasihi Allah tanpa mengasihi sesama manusia, dan sebaliknya.
[Im.19:17,18; 1Yoh.4:19-21]
1). Dari sudut pandang umat Allah, sesama adalah mereka yang menjawab penyelamatan Allah.
2). Dari sudut pandang asas penyelamatan Allah, sesama adalah semua manusia yang pada dasarnya dikasihi oleh Allah.
3). Dari sudut pandang kehidupan sehari-hari, sesama adalah semua orang, terutama yang membutuhkan pertolongan.
Bagi orang percaya “mengasihi sesama seperti diri sendiri” adalah menempatkan sesama berharga di hadapan Allah, seperti dirinya sendiri [Kej.1:26,27; Ef.2:1-7; Tit.3:3-7].
Perkataan “pada kedua hukum itu tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” berartinya seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi berintikan kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.[3])
[1]) Kitab Ulangan yang merupakan reformasi kehidupan iman Israel) menempatkan “kasih kepada Allah” sebagai dasar terdalam segala hukum TUHAN Ul.6:4,5.
[2]) Untuk memecahkan masalah “batu sandungan”, Paulus menggunakan asas kasih kepada sesama orang percaya; Luk.10:25-37; Ef.2:11-22; 1Kor.8:1-13.
[3]) Dalam konteks Ul.6:1-25, perhatikan ayat 4,5; dan dalam konteks Ul.11:8-32, perhatikan ayat 13,22; Rm.13:8-10; Gal.5:14.